Asuransi

Premi Asuransi Siber Global Diprediksi Tembus US$30 Miliar, Pasar Masih Didominasi Pemain Besar

Premi Asuransi Siber Global Diprediksi Tembus US$30 Miliar, Pasar Masih Didominasi Pemain Besar

JAKARTA - Industri asuransi siber global diperkirakan akan mencatat pertumbuhan luar biasa dalam beberapa tahun mendatang. Menurut laporan terbaru bertajuk Into the Cyberverse yang dirilis oleh perusahaan reasuransi terkemuka Howden Re, premi bruto asuransi siber secara global diprediksi akan meningkat dua kali lipat menjadi US$30 miliar. Proyeksi ini menggarisbawahi tingginya kebutuhan perlindungan digital di tengah meningkatnya frekuensi dan kompleksitas serangan siber yang menargetkan berbagai sektor.

Namun demikian, pasar ini masih sangat terkonsentrasi. Laporan tersebut juga menyoroti bahwa lima perusahaan reasuransi terbesar saat ini menguasai 62 persen pangsa pasar, sedangkan 10 pemain utama menyumbang hingga 87 persen dari total premi bruto, mencerminkan struktur pasar yang oligopolistik.

Pertumbuhan Didorong Eskalasi Risiko Siber Global

Seiring dengan meningkatnya ketergantungan bisnis terhadap sistem digital dan infrastruktur teknologi informasi, risiko yang berkaitan dengan keamanan siber menjadi semakin signifikan. Dari ransomware, pencurian data, hingga gangguan operasional akibat malware, perusahaan di seluruh dunia kini menyadari pentingnya memiliki perlindungan asuransi yang memadai.

Dalam laporan Howden Re, disebutkan bahwa frekuensi serangan siber mengalami lonjakan signifikan sejak pandemi COVID-19 dan terus meningkat hingga saat ini. Hal ini didorong oleh adopsi teknologi digital secara masif, migrasi ke sistem cloud, serta peningkatan jumlah perangkat Internet of Things (IoT) yang memperluas permukaan serangan (attack surface).

“Pertumbuhan premi ini mencerminkan meningkatnya kesadaran perusahaan terhadap pentingnya perlindungan siber. Dalam dunia yang semakin terdigitalisasi, risiko siber tidak bisa lagi dianggap sebagai risiko tambahan, melainkan risiko utama yang harus dikelola secara serius,” tulis laporan Into the Cyberverse dari Howden Re.

Fokus Industri Bergeser ke Ketahanan Siber

Perusahaan tidak lagi hanya fokus pada reaksi setelah serangan terjadi, tetapi mulai berinvestasi pada pencegahan dan mitigasi risiko siber secara menyeluruh. Hal ini berdampak langsung pada struktur dan cakupan polis asuransi siber yang ditawarkan, yang kini semakin kompleks dan disesuaikan dengan kebutuhan industri spesifik.

Banyak perusahaan reasuransi dan asuransi primer kini mengembangkan produk asuransi siber dengan fitur proaktif, seperti pemantauan ancaman real-time, pelatihan keamanan untuk karyawan, dan audit sistem secara berkala.

Konsentrasi Pasar Jadi Sorotan

Walaupun prospeknya menjanjikan, tingginya konsentrasi pasar pada segelintir pemain besar menjadi perhatian tersendiri. Dengan hanya 10 perusahaan mendominasi hampir 90% pangsa pasar premi, hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi risiko sistemik jika terjadi gangguan besar pada salah satu entitas tersebut.

Para analis menilai bahwa kondisi ini juga bisa menghambat persaingan dan inovasi produk, karena perusahaan kecil kesulitan untuk masuk dan berkembang dalam pasar yang dikuasai pemain mapan.

“Pasar yang terkonsentrasi pada beberapa perusahaan besar memang memberikan stabilitas dari sisi kapasitas modal, namun dalam jangka panjang, dibutuhkan keseimbangan agar muncul lebih banyak inovasi dan opsi bagi konsumen,” ujar pakar asuransi siber dari Howden Re dalam laporan tersebut.

Indonesia dan Tantangan Pengembangan Asuransi Siber

Meskipun tren global menunjukkan pertumbuhan positif, di Indonesia pengembangan pasar asuransi siber masih menghadapi sejumlah tantangan. Dari sisi edukasi, banyak pelaku usaha, terutama UMKM, belum memahami pentingnya perlindungan terhadap risiko siber. Di sisi lain, masih terbatasnya data aktuaria lokal dan tingginya kompleksitas penilaian risiko siber membuat perusahaan asuransi enggan mengambil eksposur terlalu besar.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya juga telah menyampaikan bahwa penguatan kerangka regulasi dan pengawasan terhadap produk asuransi siber menjadi salah satu prioritas pengembangan industri asuransi nasional. Hal ini dilakukan untuk mendorong pertumbuhan yang sehat dan perlindungan konsumen yang optimal di era digital.

Kolaborasi dan Inovasi Teknologi Jadi Kunci

Dalam menghadapi tantangan dan peluang tersebut, kolaborasi antara perusahaan asuransi, regulator, serta sektor teknologi informasi menjadi kunci utama. Perusahaan reasuransi global seperti Howden Re pun aktif mendorong pengembangan solusi berbasis teknologi untuk memitigasi risiko secara preventif dan menilai profil risiko pelanggan secara lebih akurat.

Selain itu, beberapa perusahaan mulai memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dan machine learning untuk mendeteksi potensi ancaman secara dini dan menyusun rekomendasi mitigasi secara otomatis. Teknologi ini diharapkan akan menekan frekuensi klaim dan meningkatkan efisiensi proses underwriting.

Masa Depan: Potensi Besar di Emerging Markets

Menurut Howden Re, pertumbuhan asuransi siber global akan banyak ditopang oleh negara-negara berkembang, termasuk di kawasan Asia Tenggara. Dengan tingkat digitalisasi yang tinggi namun kesadaran risiko yang masih rendah, pasar-pasar ini menyimpan potensi besar bagi ekspansi produk asuransi siber dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan.

Laporan Into the Cyberverse menyimpulkan bahwa momentum pertumbuhan ini akan terus berlanjut, dan menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan industri reasuransi secara global. Pemain yang mampu berinovasi dan menyesuaikan produknya dengan perkembangan teknologi serta kebutuhan industri akan menjadi pemimpin pasar ke depan.

Industri asuransi siber global berada di ambang pertumbuhan eksponensial, dengan proyeksi premi bruto yang mencapai US$30 miliar dalam beberapa tahun ke depan. Namun, tantangan konsentrasi pasar yang tinggi dan kompleksitas risiko menuntut pelaku industri untuk terus berinovasi, meningkatkan edukasi pasar, serta menjalin kolaborasi lintas sektor.

Sebagaimana disampaikan dalam laporan Howden Re, “Dalam dunia yang semakin terdigitalisasi, risiko siber tidak bisa lagi dianggap sebagai risiko tambahan, melainkan risiko utama yang harus dikelola secara serius.”

Dengan demikian, masa depan asuransi siber tidak hanya menjadi soal pertumbuhan bisnis, tetapi juga tentang menciptakan ketahanan digital bagi perusahaan, masyarakat, dan ekonomi global secara keseluruhan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index